Fenomena Wanita Karier
Jika Anda memerhatikan kondisi
masyarakat sekarang ini, ada sebuah fenomena yang sangat menarik untuk
diperhatikan dan diperbincangkan. Fenomena tersebut adalah wanita karier
yang bekerja di luar rumah akan mendapatkan predikat yang cukup
membanggakan, yaitu dicap sebagai wanita maju. Apalagi, jika tempat
kerjanya bonafide, seperti lembaga pemerintahan atau perusahaan yang
bernama. Berbeda dengan wanita rumahan yang hanya bergaul dengan urusan
rumah tangga, seperti masak, macak, dan manak (baca: memasak, berdandan,
dan melahirkan).
Adakah perbedaan kondisi antara
rumah tangga yang istrinya menjadi wanita karier dan rumah tangga yang
istrinya menjadi ibu rumah tangga tulen? Logikanya, memang ada beberapa
manfaat yang mungkin akan diperoleh jika istri bekerja. Manfaat tersebut
di antaranya adalah:
1. Ekonomi keluarga membaik
Bertambahnya
sumber pemasukan keluarga tentunya juga akan berpengaruh terhadap
kondisi keluarga tersebut misalnya, gaya hidup. Karena jumlah uang yang
diterima lebih tinggi, keluarga tersebut bisa mengupayakan kualitas
hidup yang lebih layak dan berkualitas, seperti dalam pengupayaan gizi,
pendidikan, tempat tinggal, sandang, fasilitas kesehatan, dan hiburan.
2. Harga diri meningkat, otomatis identitas lebih mantap
Dengan
bekerja, seorang wanita akan lebih bisa mengekspresikan dirinya, tentu
saja dengan cara yang kreatif dan produktif. Tujuannya adalah agar mampu
menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap dirinya,
terutama jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan
balik yang positif. Selain itu, dengan bekerja, seorang wanita akan
berusaha menemukan arti dan identitas dirinya dan pencapaian tersebut
mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan.
3. Kebutuhan sosial terpenuhi
Tidak
bisa dipungkiri, bersosialisasi adalah kebutuhan semua manusia. Dengan
bersosialisasi, kita akan mempunyai wawasan dan cara berpikir yang luas,
dapat meningkatkan kemampuan empati dan kepekaan sosial serta dapat
menjadi tempat pengalihan energi secara positif, dari berbagai masalah
yang menimbulkan tekanan/stres. Nah, jika seorang wanita bekerja, dia
akan mempunyai jalinan relasi sosial yang baik, selain juga mememenuhi
kebutuhan akan kebersamaan. Dengan sejenak bertemu dengan rekan-rekan,
mereka dapat saling berbagi, baik perasaan, pandangan, maupun solusi.
4. Meningkatkan keterampilan dan kompetensi diri
Dengan
bekerja, seorang wanita harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan,
baik tuntutan tanggung jawab maupun tuntutan keterampilan dan
kompetensi. Untuk itu, seorang wanita dituntut secara kreatif menemukan
segi-segi yang bisa dikembangkan demi kemajuan dirinya. Peningkatan
keterampilan dan kompetensi yang terus-menerus akan mendatangkan nilai
tambah pada dirinya sebagai seorang karyawan, selain rasa percaya diri
yang mantap.
Nah, jika seorang wanita karier mempunyai
nilai tambah seperti di atas, sebaliknya, sesungguhnya mereka, para
wanita karier, juga mendatangkan nilai minus yang cukup imbang. Beberapa
nilai minus yang akan ditemui wanita karier adalah sebagai berikut:
1. Perhatian pada anak terbengkalai
Kesibukan
di kantor mungkin menjadi faktor yang paling mencolok dari kondisi ini.
Apalagi, jika pekerjaan yang dilakoninya cukup menyita waktu dan
pikiran. Terfosirnya pikiran tersebut kemudian berdampak pada minimnya
perhatian terhadap anak.
2 . Kedekatandengan keluarga berkurang
Dampak
kesibukan di kantor ternyata memang bisa menimbulkan banyak masalah.
Jika seorang ibu rumahan bisa melayani keluarga secara penuh, hal ini
cukup mustahil untuk dilakukan oleh seorang wanita karier. Apalagi, jika
jam terbangnya tinggi.
3. Munculnya berbagai masalah
Masalah-masalah
yang mungkin muncul jika seorang ibu menjadi wanita karier adalah
besarnya peluang untuk berselingkuh, permasalahan dengan rekan kerja,
dan ketidakpuasan terhadap kondisi rumah tangga, seperti iri dengan
rekan kerja yang memiliki ini dan itu, dan mulai membanding-bandingkan.
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh pekerja sosial di Amerika Serikat
menyatakan bahwa kehadiran ibu dalam rumah seharian mempunyai arti yang
besar untuk perasaan keamanan dan kesejahteraan anak walaupun sang ibu
pada saat bersamaan juga sibuk dengan pekerjaan rumah tangganya. Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan riset yang dilakukan Institute
of Child Health, London. Riset kedua ini menyebutkan bahwa anak- anak
yang ibunya bekerja memiliki pola hidup cenderung tidak sehat bila
dibandingkan dengan mereka yang ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga
biasa.
Umumnya, anak-anak yang ditinggal sang ibu
bekerja itu kurang mendapat perhatian sehingga jarang mengonsumsi jenis
makanan sehat. Mereka lebih sedikit mengonsumsi buah- buahan dan
sayuran, baik sebagai menu utama ataupun sebagai camilan. Mereka justru
lebih suka meminum minuman manis dan bersoda di sela-sela makan dan
mengonsumsi camilan tidak bergizi. Selain itu, diungkapkan pula bahwa
mereka juga jarang melakukan aktivitas fisik yang menyehatkan, seperti
misalnya berolahraga. Keseharian mereka lebih banyak dan lebih suka
menghabiskan waktunya dengan duduk di depan televisi atau bermain game.
Gaya hidup yang dijalani anak setiap harinya tentu juga akan berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan dan kecerdasan otaknya.
Bagaimana
dengan kehadiran seorang baby sitter (pengasuh) di tengah-tengah
mereka? Ya, pengasuh anak selama ini selalu menjadi solusi yang paling
sering diambil oleh kebanyakan orangtua. Mereka lebih memilih menggaji
pengasuh dengan membayar sekian rupiah daripada harus meninggalkan
komunitas kerjanya. Satu hal yang perlu menjadi renungan bagi kita semua
adalah bahwa kehadiran pengasuh anak dapat mengubah tingkah laku anak,
selain juga dapat memutuskan hubungan antara orangtua dengan anak.
Secara
tidak langsung, pengawasan dan pengasuhan anak yang dilakukan di bawah
pengasuh merupakan tindak kekerasan mental pada anak. Berbeda dengan
kekerasan fisik yang bisa disembuhkan dengan cepat, bentuk kekerasan
mental lebih lama bertahan di hati anak. Beberapa fakta membuktikan
bahwa keberadaan pengasuh di tengah- tengah keluarga ternyata tidak
mampu memberikan kontribusi yang positif pada anak.
Justru
yang terjadi adalah sebaliknya. Anak perempuan yang berada dalam
pengasuhan pengasuh cenderung menjadi lebih manja dan sulit untuk
bersikap dewasa, sedangkan bagi anak laki-laki cenderung menjadi lembek.
Jika hal ini berlangsung hingga usia mereka dewasa (besar), sangat
mungkin dampaknya akan menjadi lebih negatif. Sebagai contohnya adalah
kedekatan dan ketergantungan anak dengan orangtua lebih rendah daripada
kepada pengasuh.
Seorang anak berhak mendapatkan kasih
sayang dan perhatian dari orangtuanya, terutama dari sang ibu. Kasih
sayang dan perhatian ini bukan semata-mata terletak pada kebutuhan
materi yang terpenuhi, melainkan lebih pada jiwa dan mental anak. Sapaan
seorang ibu (dan ayah) setiap pagi dan malam, bukan merupakan bukti
yang cukup menjanjikan bahwa orangtua tersebut perhatian pada
anak-anaknya.
Mengajak anak keliling dunia pada waktu
liburan juga belum cukup menjadi tanda bahwa orangtua tersebut
menyayangi anak-anaknya. Seorang anak sebenarnya sama dengan penulis,
Anda, tetangga Anda, bahkan musuh Anda. Di mana letak persamaannya?
Sama-sama ingin mendapatkan kebahagiaan batin, yaitu dengan mampu
merasakan kasih sayang dan perhatian dari orang terdekat.
Apa
yang penulis tulis di atas hanyalah uraian singkat dari beberapa fakta
yang terjadi. Artinya, hal-hal tersebut tidaklah berlaku mutlak dan sama
pada setiap orang. Keterangan- keterangan di atas juga bukan berarti
melarang para ibu rumah tangga untuk menjadi wanita karier. Bagaimana
pun, itu adalah urusan pribadi Anda dan keluarga.
Memang,
tidak semua wanita karier akan memberikan dampak yang negatif pada
keluarganya, terutama perkembangan anak-anaknya. Toh, ibu rumah tangga
tulen sekalipun tidak menjamin bahwa anaknya akan menjadi anak yang baik
dan berkembang sesuai keinginan. Apa pun pilihan Anda, hal yang paling
baik adalah berlaku bijak dan adil pada pekerjaan dan keluarga.
0 Komentar